Jangan Mengejek Dengan Kata “Autis”

Tanggal 2 April kemarin merupakan World Autism Awareness Day. Saya tahu hal ini berkat Mami Silly yang senantiasa memberikan informasi mengenai Autism. Hari gini masih ada yang ngejek orang dengan kata autis? Duh, please deh!

Masih belum tahu apa itu autis?

Menurut Om Wikipedia, Autis atau Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal.

Maksudnya?

Penyandang autis memiliki kesulitan ketika melakukan interaksi sosial, komunikasi, mempunyai perilaku dan emosi yang berbeda dari anak kebanyakan, dan kadang mengalami gangguan sensorik dan motorik. Intinya, mereka berbeda. Mereka istimewa.

Sudah mulai dapat gambaran?

Pada dasarnya penyandang autis memerlukan kebutuhan yang spesial. Mereka harus benar-benar diperhatikan karena mereka seringkali bertindak sesuka hati dan tidak menyadari efek sampingnya.

Tengoklah blog ibu yang satu ini. Banyak pengalaman menyenangkan dan mengharukan yang dialaminya saat membesarkan buat hatinya tercinta. Saya sendiri sudah setahun ini berinteraksi dengan satu anak autis, yaitu murid piano saya.

Pada awal masuk, sang ayah mengeluh karena ia kesulitan memasukkan anaknya ke tempat kursus musik. Penolakan demi penolakan ia terima, hanya karena sang anak penyandang autis. Namun sang ayah bersikeras ingin anaknya belajar piano agar memberikan efek baik dalam perkembangan otak anaknya. Mendengar ceritanya, saya pun tak mampu menolak. Anaknya lucu dan berusia sekitar 13 tahun, walaupun badannya bongsor dan lebih tinggi dari saya.

Pertama les piano, bukan main sulitnya saya untuk berinteraksi. Daya konsentrasinya kurang, ia kadang asyik dengan tubuhnya sendiri. Garuk sana, garuk sini, korek-korek piano, bahkan saya sempat berteriak karena ia nyaris menjepit jarinya dengan tutup piano. Ditambah lagi, kakinya tidak bisa diam sehingga seringkali kaki saya diinjak olehnya.

Sebulan kemudian, saya agak kepayahan dalam mengajar, karena ia belum bisa menerima apa yang saya ajarkan. Akhirnya saya total mengganti gaya mengajar khusus untuknya. Yang terpenting bagi saya adalah ia bisa membaca not dan menekan tuts piano dengan benar.

Setelah setengah tahun, sudah mulai ada kemajuan. Ia mulai bisa membaca not dan mengingat lagu-lagu yang telah ia mainkan, bahkan tanpa buku, walaupun hitungan yang dimainkan sering ngaco.

Namun yang paling membuat saya bahagia adalah ketika ia berhasil memainkan satu lagu hafal tanpa salah, plus disaksikan oleh ayahnya sendiri. Mata saya berkaca-kaca saat melihat sang ayah tersenyum bahagia melihat anaknya dapat memainkan satu lagu utuh di piano. Saya bangga mengajari piano untuknya. Saya bangga berhasil mengajari murid yang autis.

Bagi yang pernah berinteraksi langsung dengan penyandang autis, saya yakin mereka tidak akan berani menggunakan kata “Autis” sebagai guyonan untuk mengejek orang lain.

Untuk yang masih sering menggunakan kata “Autis” untuk mengejek, sadarlah bahwa kita manusia memang tidak ada yang sempurna. Kalian boleh bangga karena terlahir dengan sehat dan tidak kekurangan suatu apapun. Tapi coba perhatikan bagaimana perasaan orang tua atau saudara yang memiliki anak autis? Bagaimana kalau kalian di posisi mereka? Masih mau menggunakan kata “Autis” untuk guyonan? Masih? Dasar bebal! 👿

Janganlah menggunakan kata “Autis” sebagai sebutan bagi mereka yang asyik dengan gadgetnya sendiri. Lebih amannya, jangan mengejek teman sendiri. Koreksi diri sebelum mengejek orang lain.

.

Gambar pinjam dari Matanews.com.

93 respons untuk ‘Jangan Mengejek Dengan Kata “Autis”

  1. fajarembun berkata:

    setuju mbak..karena ada juga kerabat teman saya yang anaknya memang Autis. Dan tahu nggak,anak tersebut kini kuliah di UM Malang jurusan Design Grafis.. karena dia pintar menggambar..padahal anak tersebut di terima di ITB,tapi di tolak.. dan waktu kemarin berkunjung ke rumahnya,dapat kabar IP smster 1 nya saja sudah 3,… fantastis…(worship)

  2. Chic berkata:

    ada temen saya masih menggunakan kata autis bukan buat mengejek, tapi buat menyebut dirinya sendiri yang lagi asik sendirian. Kalo kasus-nya gitu gimana ya ngebilanginnya? Gatel aja sih tiap kalo baca status-nya di FB yang pasti selalu ada kata-kata “autis” itu… 🙂

  3. akhy berkata:

    [rasa] setuju chik, meski saya belum pernah bertatap muka langsung sama penyandang autis.. saya tetep ngerasa risih kalo ada yang menggunakan istilah itu sebagai guyonan.. sesuai prinsip yg saya pegang selama ini *ngumpet di bawah meja*

  4. bieb berkata:

    chika…aku jadi inget sama Rizwan Khan di film My Name is Khan.
    Oiy…Autis sama Hyperaktif sama kah??
    Coz aku punya ponakan yang susah diatur dan hyper aktif sekali. Dan adik saya sering menanyakan ke kakak saya: Apakah dy Autis?? 😀

  5. hanny berkata:

    chika! hebat banget kamu bisa sesabar itu ngajarin piano sama anak autis! *bangga dan terharu* kebayang perjuangannya chika T_T and the kid is so lucky to have you as the piano teacher 🙂 tapi you must learn a lot as well from the experience, ya, chik! 🙂 *peluk*

  6. masova berkata:

    sama kayak mak chic, temen-temenku masih makek kata autis untuk mengajak; kek yang “ayok, ngautis” (maksudnya wifinan)

    semoga aja bisa sadar..
    anyway, chika.. ajarin pianooo.. :))

  7. dilla berkata:

    sama kayak mak chic, itu orang2 yang masih pake kata2 itu buat ledekan apa gak ngerti ya? 😐
    btw, salut sama chika yang berhasil mengajar muridnya yang autis! 🙂 wah.. gw aja belum pasi bisa 😛

    • cK berkata:

      mereka belum berhadapan langsung, makanya masih bisa pakai kata-kata itu. coba deh kalau sudah berkomunikasi dengan mereka, dijamin akan berhenti. 🙂

  8. Dewa Bantal berkata:

    Aku baru tau kalau Autis itu semacam keterbelakangan mental ya? Kupikir sejenis dengan closed-in atau yang disebut Hikikomori kalau di Jepang sana.

    Orang yang normal, tapi kecenderungan untuk menyendiri, gak mau bersosial karena takut dengan society.

    Tapi menurutmu sama gak kalau mengejek orang menggunakan kata “cacat!” ^^;

  9. aLe berkata:

    cK emang hebat,
    Kalau Ais dah besar ajarin Piano juga yah 😉
    Btw,
    Kalau aLe kata Autis dah lama diganti dg Sibuk,
    Lebih pas,.

  10. Fenty berkata:

    Alhamdulillah tidak pernah terpengaruh, dan dari awal sudah merasa ganggu dengan sebutan itu kepada orang lain … ternyata memang menyakitkan ~.~

  11. HSP berkata:

    Setuju… belakangan ini ejekan “autis” makin marak dalam pergaulan se-hari2… biasanya untuk mengejek org yg reaksi emosionilnya minim…

  12. Wulan berkata:

    Saya pernah denger orang ngatain temannya autis karena deep thinker. Memang dipikirnya autis itu menunjuk pada sesuatu yang jelek 😦

  13. silly berkata:

    Dear Chika,

    Thanks yah sudah nulis tentang Autisme. Saya sendiri tidak pernah berharap banyak bahwa orang akan peduli autis dengan berhenti mengolok-olok menggunakan kata “Autis lo”

    Saya lebih peduli supaya orang aware sejak dini, kalo anaknya ada yang punya ciri2 spt yang saya sebutin di twitter saya with hastag #peduliautisme

    Nanti klo nulis aku link ke sini yah…

    Terharu, makasih yaaaa… 😀

  14. joesatch yang legendaris berkata:

    sebenernya – dan bukan bermaksud two wrongs make a right – saya juga heran sama himbauan yang satu itu, yang sudah saya tau sejak taun lalu.

    apa bedanya autis sama goblok dan idiot? 2 yang terakhir masih rutin dijadiin bahan ejekan. padahal kalo bicara tentang sebuah ketidak-mampuan, 2 yang terakhir juga suatu ketidak-mampuan, kan?

    jadi seharusnya himbauannya diubah jadi “jangan mengejek” saja. soalnya apapun jenis ejekannya, pastilah itu menyinggung tentang suatu jenis ketidak-mampuan. dan saya jadi agak gatel kalo menghadapi fakta bahwa 1 jenis ejekan mendapat posisi lebih eksklusif atas jenis ejekan lainnya :mrgreen:

  15. volver berkata:

    masalahnya orang orang kadang bangga kalo dikatain autis -_-” . ribet deh pengunannya
    udah mending pake kosakata yg baik aja kenapa yah? haha

    *blogwalking yaah 😀

  16. Sari Ajah berkata:

    *ambil tisu*
    mbak chik, serius..
    berasa kebawa sedih pas baca bagian mbak Chika ngajarin piano
    aku pernah ngerasain juga soalnya
    cuma waktu itu bukan ngajarin piano, cuma ngajarin pelajaran biasa..
    matematika ama bahasa indonesia
    beneran bisa ngerasain apa yang mbak chik rasain
    *ambil tisu lagi*

  17. Rizky Syaiful berkata:

    Autis bisa sembuh lo….

    tapi ortunya harus menghabiskan banyak waktu dengan sang anak….

    cek rizkysyaiful.wordpress.com

  18. TM berkata:

    Gw juga gak suka yg pake istilah autis2!
    Terharu juga bacanya… Gimana perkembangan si anak itu?
    Wah hebat yah bisa main piano..

  19. Orang Keras berkata:

    Saya Juga Setuju Apa Yang Diajarkan Anda soal ini,bayank teman-teman saya yang menggunakan kata ini untuk saling merendahkan satu sama lain,tapi saya ingin mengatakan yang benar tapi ditolak, ,mau menjelaskan yang benar,tapi mereka menolak,terserah mereka.

Tinggalkan komentar