Seperti yang saya bahas disini, kali ini saya menulis diary tentang kegiatan dan laporan mata yang saya lihat sepanjang saya memantau banjir yang melanda Jakarta.
Hari Jumat (2/2), saya mendengar kabar bahwa beberapa ruas jalan Jakarta yang rawan banjir telah tergenang. Beberapa sekolah dan tempat belajar telah diliburkan. Namun saya berpikir ini banjir biasa, seperti yang sering terjadi di kawasan rawan banjir. Saya menonton televisi yang menyatakan Jakarta tergenang banjir kiriman dari Bogor. Dari situ saya mulai merasakan bahaya banjir yang mengancam Jakarta.
Pada hari Sabtu (3/2), listrik di daerah rumah saya padam. Saya mengira ini ulah PLN yang sering semena-mena mematikan listrik tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Ya sudahlah, mungkin beberapa jam lagi akan menyala. Ketika saya sedang mengajar, saya mendengar berita bahwa air kiriman dari Bogor akan menggenangi Jakarta sekitar 14 jam lagi. Entah kapan peringatan itu keluar, saya hanya bisa berdoa semoga rumah saya nggak kebanjiran. Dari situ sayapaham kenapa listrik di daerah saya dimatikan. Karena daerah Pulomas telah tergenang banjir sehingga daerah sekitar Pulomas mengalami pemadaman listrik. Belum lagi gardu listrik di Cempaka Mas terendam. Dampak ini kena kepada warga yang listriknya bergantung pada gardu listrik Cempaka Mas. Saya menjadi buta informasi dan sulit untuk mengikuti perkembangan berita. Satu-satunya alat informasi yang saya andalkan adalah koran dan radio.
Hari minggunya (4/2) listrik di rumah saya menyala (alhamdulillah!!) dan saya mulai mengikuti informasi. Rasanya tak percaya setelah melihat berita karena daerah rumah saya tidak terkena banjir kiriman sedikitpun. Memang daerah rumah saya mengalami pemadaman listrik, namun saya harus bersyukur karena saya tidak mengalami musibah tersebut.
Hari Senin (5/2), saya tidak bisa bekerja karena listrik di kantor mati (lagi!). Begitupun di rumah saya, secara rumah saya memang dekat dengan kantor saya. Saya memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan saya di kantor mama (disana listrik menyala dan tidak banjir). Setelah itu saya dan keluarga saya pergi mengunjungi rumah saudara saya di Bekasi yang terkena banjir. Astagfirullah…ketika melintasi tol daerah Kelapa Gading, disana terlihat banjir masih tinggi dan disekitar Mal Artha Gading dibuatlah posko Banjir. Banyak mobil-mobil parkir di bahu jalan tol dan para pengungsi yang memenuhi jalan tol.
Sepanjang jalan tol antara Ancol-Rawamangun terlihat padat merayap. Akibat banyaknya mobil parkir di jalan tol, perjalanan tersebut memakan waktu sekitar 1 setengah jam. Namun setelah keluar dari kerumunan tersebut (melewati tol rawamangun) saya hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai di Bekasi. Sesampai di Bekasi ketika memasuki kawasan tempat tinggal saudara saya, terlihat pemandangan orang-orang membersihkan rumah, mencuci perabotan dan masih banyak lagi. Hal ini membuat sedih karena harta benda yang dikumpulkan dengan susah payah lenyap dalam sekejap akibat banjir bandang. Rasanya orang yang tertimpa musibah tersebut harus memulai kembali mengumpulkan harta dari nol. Banjir ini juga menimbulkan trauma bagi para korban banjir. Belum lagi korban yang tewas akibat banjir bandang ini. Sungguh peristiwa yang menyakitkan mengingat banjir ini bukan perbuatan manusia, melainkan karena alam. Dari sini kita menyadari kebesaranNya.
Hari Selasa (6/2), listrik di rumah saya masih padam. Saya pun tidak ke kantor, tetapi saya akhirnya pergi ke kantor mama lantaran menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk. Kantor mama saya tidak terkena banjir maupun pemadaman listrik. Mau mati lampu atau enggak, deadline tetap berjalan. Hingga pulang ke rumah, listrik masih padam. Ya Allah…sampai kapan ini berlanjut. Saya benar-benar tidak tahu bagaimana keadaan Jakarta saat ini.
Hari Rabu (7/2), listrik masih padam. Tapi saya memutuskan untuk ke kantor, sekedar mengecek apa semua baik-baik saja. Ternyata beberapa rekan kerja saya tetap ke kantor walaupun kegiatan bekerja lumpuh total. Jadilah kita hanya mengobrol untuk menghabiskan waktu. Malamnya, karena berasa tidak ada yang dapat saya lakukan, saya tidur secepat mungkin, sekaligus menghindari rasa penat karena bosan.
Kamis (8/2) sekitar jam 1 pagi, Alhamdulillah listrik telah menyala. Saya langsung terbangun dan menyalakan televisi. Acara berita menginformasikan beberapa kawasan di Jakarta telah surut. Namun belum sepenuhnya aman karena BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) menginformasikan curah hujan yang tinggi masih terus berlanjut sampai kira-kira tanggal 12 Februari. Kita masih harus waspada.
Demikianlah satu minggu yang saya lewati tanpa listrik. Walaupun bukan element yang amat penting seperti udara, air dan tanah, namun di abad 21 ini listrik, telepon maupun internet merupakan bagian dari hidup. Sekarang saya hanya bisa berdoa semoga banjir ini segera berakhir. Karena selalu ada cahaya di ujung terowongan. Hal ini pasti akan segera berakhir. Tapi sampai kapan banjir akan terus menghantui Jakarta dan sekitarnya? Cuma Tuhan yang tahu. Kita sebagai manusia, lakukan tugas kita dan sebisa mungkin kurangi perbuatan yang dapat merugikan orang banyak. Itu saja.
Walau terlambat komentar tapi gak papa…
Kira2 lebih parah mana ya antara keadaan jakarta waktu banjir dengan keadaan di tempat saudara kita ini: [link]
parahan yang di maluku 😦
alam mulai marah, jadi bencana datang bertubi-tubi 😥